life style Basuki Tjahaja Purnama Ahok

life style Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) life style Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

Nama Basuki Tjahaja Purnama yang lebih dikenal dengan panggilan Ahok
menjadi salah satu figur yang paling disorot, dipuji, sekaligus dikritik.
Ahok mencatatkan dirinya dalam sejarah politik Indonesia sebagai gubernur pertama Jakarta yang berasal dari etnis Tionghoa dan beragama Kristen Protestan, di tengah dominasi politik nasional yang mayoritas Muslim dan Jawa

Ini Isi Surat Pengunduran Diri Ahok sebagai Gubernur DKI

Baca juga : Gaya hidup rrq lemon sang king midlen
Baca juga : petualangan menaklukan gunung binaiyan
Baca juga : Los Millonarios liver plate Fanatisme
Baca juga : Rekam jejak karier El Rumi
Baca juga : reshuffle kabinet jilid dua yang penuh pertanyaaan

Karier politiknya sarat dengan dinamika: mulai dari bupati di daerah terpencil Belitung Timur, hingga Gubernur DKI Jakarta, lalu jatuh karena kasus penodaan agama yang memicu gelombang demonstrasi besar pada 2016–2017. Namun, Ahok juga dikenal sebagai simbol keberanian melawan korupsi, birokrasi berbelit, dan politik transaksional.

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Kehidupan Awal

Soal Pernyataan Ahok, Ujang Komarudin : Hal-hal Konsumsi Internal, Tak  Bagus Diumbar ke Luar - CEK&RICEK

http://www.hawaiiycc.com

Basuki Tjahaja Purnama lahir pada 29 Juni 1966 di Manggar, sebuah kota kecil di Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Ia adalah anak sulung dari pasangan Indra Tjahaja Purnama dan Buniarti Ningsih. Keluarganya termasuk keturunan Tionghoa Hakka, sebuah komunitas yang cukup besar di Belitung.
Ayahnya, Indra, dikenal sebagai pengusaha tambang timah skala kecil. Dari sang ayah, Ahok belajar tentang keberanian mengambil risiko dan prinsip bekerja keras. Sementara dari ibunya, ia banyak mendapatkan nilai-nilai religiusitas dan empati sosial.
Ahok tumbuh dalam lingkungan multikultural: mayoritas penduduk Belitung beragama Islam, sementara keluarganya menganut Kristen Protestan. Sejak kecil ia terbiasa hidup dalam keragaman, namun juga merasakan stigma minoritas etnis Tionghoa. Hal ini kelak membentuk karakter Ahok yang keras, tegas, dan tak mudah tunduk pada diskriminasi.

Pendidikan

Ahok menempuh pendidikan dasar hingga SMA di Belitung. Setelah lulus, ia melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Geologi, Universitas Trisakti, Jakarta, dan meraih gelar sarjana pada 1989.
Namun, jalur kariernya tidak berhenti di situ. Ia sempat melanjutkan studi Magister Manajemen di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya, dengan fokus pada manajemen keuangan. Bekal pendidikan teknik dan manajemen ini membuat Ahok memiliki perpaduan antara logika ilmiah dan pendekatan praktis.
Di masa mudanya, Ahok dikenal sebagai pribadi yang pekerja keras, cenderung perfeksionis, dan tidak segan mengutarakan pendapat meskipun tajam. Karakter itu kelak menjadi ciri khas kepemimpinannya.


Awal Karier dan Bupati Belitung Timur

Dari Dunia Bisnis ke Politik

Usai Mencoblos, Ahok: Pak Pram Jauh Lebih Akomodatif ke Rakyat

Sebelum terjun ke dunia politik, Ahok sempat bekerja di perusahaan keluarganya di bidang pertambangan dan kontraktor. Ia mendirikan perusahaan bernama PT Nurindra Ekapersada, bergerak di sektor pengolahan tambang kaolin. Namun, dunia bisnis tidak sepenuhnya memuaskan panggilan hatinya.

Pada awal 2000-an, Ahok mulai tertarik masuk politik, terinspirasi dari keinginannya memperbaiki birokrasi dan tata kelola daerah. Ia percaya bahwa pembangunan seharusnya bisa dijalankan lebih cepat jika pemimpin daerah berani mengambil keputusan tegas.

Bupati Belitung Timur

Tahun 2005, Ahok maju dalam Pilkada Kabupaten Belitung Timur. Dengan dukungan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB) dan koalisi lokal, ia berhasil terpilih sebagai Bupati Belitung Timur (2005–2006).

Masa jabatannya singkat karena kemudian ia mencalonkan diri sebagai anggota DPR, tetapi kiprahnya di Belitung Timur meninggalkan kesan kuat. Beberapa kebijakannya yang menonjol:

  1. Reformasi layanan publik: ia mendorong transparansi dalam pengelolaan APBD dan mengurangi praktik pungli.
  2. Kesehatan gratis: Ahok memperkenalkan program jaminan kesehatan daerah bagi warga miskin.
  3. Pendidikan: ia meningkatkan akses pendidikan dengan perbaikan infrastruktur sekolah dan distribusi guru.

Meski kebijakannya progresif, gaya kepemimpinannya yang keras membuatnya sering bentrok dengan birokrat lama. Namun, bagi masyarakat, Ahok dianggap pemimpin tegas, bersih, dan anti-korupsi.

Menuju Politik Nasional

Kesuksesannya di Belitung Timur membuat nama Ahok mulai dikenal di tingkat nasional. Ia dianggap sebagai contoh pemimpin daerah yang berbeda dari tipikal politisi pada umumnya. Pada Pemilu 2009, Ahok terpilih menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar, mewakili daerah pemilihan Bangka Belitung.

Di Senayan, ia duduk di Komisi II yang membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, dan birokrasi. Di sini pula, Ahok semakin dikenal karena sikapnya yang vokal, blak-blakan, dan sering mengkritik kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.

Wakil Gubernur dan Gubernur DKI Jakarta

Pilkada DKI 2012: Duet Jokowi–Ahok

Seru! Ahok Ceritakan Perceraian Dengan Mantan Istri, Veronica Tan | Gempak

Nama Ahok benar-benar melesat ke panggung nasional ketika ia dipasangkan dengan Joko Widodo (Jokowi) pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Saat itu Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dan dikenal luas karena gaya kepemimpinan yang merakyat. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerindra mengusung pasangan ini.

Strategi politiknya cerdas: Jokowi yang sederhana, dekat dengan rakyat kecil, dipadukan dengan Ahok yang tegas, blak-blakan, dan ahli birokrasi. Pasangan ini mampu mengalahkan petahana Fauzi Bowo–Nachrowi Ramli dalam dua putaran. Kemenangan ini mengejutkan banyak pihak, karena Ahok sebagai minoritas etnis Tionghoa-Kristen dianggap tidak punya peluang besar di ibu kota yang mayoritas Muslim.

Peran sebagai Wakil Gubernur

Sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta (2012–2014), Ahok mendampingi Jokowi dalam menjalankan program-program reformasi birokrasi dan pembangunan kota. Beberapa peran penting Ahok kala itu:

  1. Transparansi Anggaran
    Ahok memperkenalkan konsep e-budgeting dan e-procurement untuk mengurangi kebocoran anggaran. Ia sering menantang DPRD DKI agar semua pembahasan anggaran dilakukan terbuka.
  2. Pelayanan Publik
    Ia mendorong perbaikan layanan kesehatan dan pendidikan. Salah satu program yang populer adalah Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS), meski program ini diprakarsai Jokowi, Ahok ikut mengawalnya.
  3. Gaya Kepemimpinan
    Ahok dikenal keras, tidak segan memarahi pejabat atau PNS yang dianggap lamban atau korup. Sikap ini menuai pro-kontra: sebagian warga memuji ketegasannya, sebagian lagi menilai ia arogan.

Naik Jadi Gubernur

Ketika Jokowi terpilih sebagai Presiden RI pada 2014, Ahok otomatis naik menggantikan sebagai Gubernur DKI Jakarta (2014–2017). Perjalanan Ahok menuju kursi Gubernur tidak mulus. DPRD DKI sempat menolak pelantikannya karena alasan politik, bahkan mengusulkan hak angket. Namun, konstitusi berpihak pada Ahok, dan ia akhirnya resmi dilantik.


Program dan Kebijakan sebagai Gubernur

Sebagai Gubernur, Ahok menjalankan banyak kebijakan yang menjadi sorotan nasional.

Ahok Pilih Satu Wagub Saja | Republika Online

1. Reformasi Birokrasi dan Anggaran

  • Menerapkan e-budgeting untuk memastikan setiap rupiah anggaran bisa dilacak.
  • Memaksa pejabat DKI bekerja dengan sistem online sehingga mengurangi peluang manipulasi.
  • Menolak praktik uang ketok palu DPRD yang selama ini dianggap sebagai “tradisi politik”.

Langkah ini membuat banyak anggota DPRD tidak suka pada Ahok, tetapi di mata publik, ia dianggap sebagai simbol pemerintahan bersih.

2. Infrastruktur dan Tata Kota

Ahok mempercepat pembangunan transportasi publik, seperti:

  • MRT Jakarta (Mass Rapid Transit) fase pertama.
  • LRT Jakarta (Light Rail Transit).
  • Penataan halte TransJakarta dan penambahan armada bus.

Selain itu, ia melakukan penertiban kawasan kumuh seperti di Waduk Pluit dan Kampung Pulo. Program ini dimaksudkan untuk normalisasi sungai demi mengatasi banjir. Namun, pendekatannya yang cenderung “keras” membuatnya dikritik tidak cukup memperhatikan aspek kemanusiaan.

3. Kesehatan dan Pendidikan

Ahok memperluas jangkauan Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat, serta meningkatkan anggaran untuk gaji guru, dokter, dan tenaga kesehatan. Ia juga mendorong sistem rujukan online agar pasien bisa langsung terhubung ke rumah sakit.

4. Relasi dengan DPRD DKI

Hubungan Ahok dengan DPRD DKI Jakarta sangat panas. Ia menolak rencana DPRD yang ingin memasukkan anggaran “siluman” triliunan rupiah. Perseteruan ini bahkan sampai ke publik melalui siaran langsung rapat anggaran di media.

Ahok tidak pernah menutupi kata-kata kasarnya. Ia sering menggunakan bahasa langsung, bahkan marah-marah di depan kamera. Bagi sebagian masyarakat, ini bentuk ketegasan dan kejujuran; tetapi bagi lawan politik, ini dianggap kurang etis dan arogan.
Selama menjabat Gubernur, popularitas Ahok sempat sangat tinggi. Banyak survei menempatkannya di posisi teratas untuk Pilkada 2017. Ia bahkan maju lewat jalur independen dengan dukungan relawan Teman Ahok, sebelum akhirnya didukung oleh Partai Golkar, NasDem, Hanura, dan PDIP.