Dedi Mulyadi, yang akrab disapa Kang Dedi atau KDM, adalah Gubernur Jawa Barat periode 2025–2030 yang dikenal dengan gaya hidupnya yang merakyat dan kental dengan nilai-nilai budaya Sunda. Sebagai politisi dari Partai Gerindra, ia telah menarik perhatian publik melalui pendekatan kepemimpinannya yang memadukan kearifan lokal, nilai-nilai Islam, dan sentuhan humanis yang autentik. Artikel ini akan mengulas gaya hidup Dedi Mulyadi, baik dari sisi personal maupun profesional, berdasarkan informasi yang tersedia.
Dedi Mulyadi lahir pada 11 April 1971 di Sukasari, Subang, Jawa Barat, sebagai anak bungsu dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Sahlin Ahmad Suryana, adalah pensiunan Tentara Nasional Indonesia (TNI), sementara ibunya, Karsiti, seorang aktivis Palang Merah Indonesia yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Masa kecil Dedi diwarnai oleh pengalaman sederhana, seperti membantu ibunya menggembala domba dan berladang. Ia mengaku pernah mengalami perundungan di sekolah, yang membentuk karakternya untuk tetap rendah hati dan peka terhadap isu sosial. Pendidikannya dimulai dari SD Subakti (1984), SMP Kalijati (1987), dan SMA Negeri Purwadadi (1990) di Subang, hingga meraih gelar Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman Purwakarta pada 1999.Salah satu ciri khas gaya hidup Dedi Mulyadi adalah komitmennya untuk melestarikan budaya Sunda. Ia sering tampil mengenakan iket Sunda (ikat kepala tradisional Sunda) dalam berbagai kesempatan, baik formal maupun informal. Iket Sunda ini bukan sekadar aksesori, tetapi menjadi identitas politik yang mencerminkan filosofi hidup masyarakat Sunda, seperti gotong royong (kerjasama), silih asah (saling mengasah), dan silih asih (saling mengasihi). Penggunaan iket ini telah menjadi bagian dari personal branding-nya, yang membuatnya menonjol di antara politisi lain. Dedi juga dikenal dengan pendekatan yang merakyat. Ia sering berinteraksi langsung dengan warga, seperti terlihat dalam kunjungan lapangan dan konten media sosialnya. Gaya komunikasinya yang lugas dan penuh humor, dipadukan dengan nilai-nilai budaya lokal, membuatnya dekat dengan masyarakat Jawa Barat. Visi kepemimpinannya menekankan harmoni dengan alam dan kemanusiaan, yang diwujudkan melalui kebijakan berbasis budaya dan lingkungan, seperti pelestarian sungai Citarum dan pengembangan desa tradisional. Kehidupan pribadi Dedi Mulyadi juga mencerminkan nilai-nilai sederhana dan budaya Sunda. Ia pernah menikah dengan Sri Muliawati dan memiliki seorang putra, Maulana Akbar Ahmad Habibie. Setelah istrinya meninggal, Dedi menikah lagi dengan Anne Ratna Mustika, mantan Bupati Purwakarta dan mantan Miss Purwakarta. Dari pernikahan ini, ia memiliki dua anak, Yudistira Manunggaling Rahmaning Hurip dan Hyang Sukma Ayu. Namun, pernikahan mereka berakhir dengan perceraian pada 2023 setelah proses hukum di Mahkamah Agung Indonesia. Meski menghadapi sorotan publik terkait kehidupan pribadinya, Dedi tetap aktif berbagi momen keluarga di media sosial, seperti pernikahan putranya, Maulana Akbar, dengan Luthfianisa Putri Karlina, yang mendapat respons positif dari netizen. Dedi Mulyadi adalah salah satu politisi yang mahir memanfaatkan media sosial untuk membangun citra dan berkomunikasi dengan masyarakat. Dengan total pengikut mencapai lebih dari 34 juta di berbagai platform (Facebook: 12 juta, TikTok: 9,1 juta, YouTube: 8,1 juta, Instagram: 5,2 juta, dan X: 185.114), ia berhasil menciptakan konten yang resonan secara nasional. Kontennya mencakup kehidupan pribadi, interaksi dengan warga, hingga isu-isu pemerintahan seperti kesehatan, transportasi, dan tata ruang. Analisis Kompas Riset dan Pengembangan menunjukkan bahwa 59% sentimen netizen terhadap Dedi bersifat positif, terutama karena gaya komunikasinya yang autentik dan kebijakan yang dekat dengan rakyat. Namun, Dedi juga menghadapi kritik. Salah satu kebijakannya yang kontroversial adalah mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer untuk pendidikan karakter, yang menuai protes dari beberapa orang tua karena dianggap melanggar hak anak. Meski begitu, kebijakan ini mendapat dukungan dari Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, yang melihatnya sebagai cara untuk membentuk disiplin dan mental anak. Dedi menanggapi kritik dengan terbuka, menyatakan bahwa semua masukan bertujuan untuk masa depan anak-anak yang lebih baik. Selama kariernya, Dedi Mulyadi tidak lepas dari kontroversi. Pada 2015–2016, Front Pembela Islam (FPI) menuduhnya sebagai musyrik karena memasang patung tokoh wayang Sunda di taman-taman Purwakarta dan menggunakan salam Sunda “sampurasun” alih-alih “assalamu alaikum”. Tuduhan ini memuncak ketika anggota FPI mencoba menghentikan kehadirannya di sebuah acara di Jakarta. Meski demikian, Dedi tetap konsisten dengan pendekatan budayanya, menegaskan bahwa nilai-nilai Sunda yang ia junjung selaras dengan prinsip keislaman yang inklusif. Sebagai Gubernur Jawa Barat, Dedi mengusung visi “Jabar Istimewa” yang menekankan keunggulan di bidang kesehatan, pendidikan, sosial-budaya, lingkungan, dan lapangan kerja. Ia memahami keragaman budaya di Jawa Barat, seperti Sunda Lama, Sunda Priangan, Pantura, dan Betawi, dan menyesuaikan pendekatan pembangunan sesuai karakter masing-masing wilayah. Salah satu fokus utamanya adalah pelestarian lingkungan, seperti menangani kerusakan hulu Sungai Citarum untuk mencegah bencana banjir dan longsor di wilayah Bandung Raya.
http://www.hawaiiycc.com
Kultural dan Tradisional
Penekanan nilai Sunda dan budaya lokal sebagai dasar kebijakan
Pragmatis & Solutif
Gaya kepemimpinan langsung, fokus solusi nyata, ikut turun tangan
Disiplin & Pendidikan Karakter
Memperkenalkan pola gaya hidup tegas dalam institusi
Digital-savvy
Aktif berkonten di media sosial—lebih mengutamakan efektivitas
Pro-Rakyat
Empatik kepada masyarakat kecil, dekat dan responsif terhadap keluhan warga
Gaya hidup Dedi Mulyadi adalah perpaduan antara kesederhanaan, budaya Sunda, dan komitmen untuk melayani masyarakat. Melalui media sosial, ia berhasil membangun citra sebagai pemimpin yang merakyat dan autentik, meski tidak lepas dari kritik dan kontroversi. Dengan pendekatan kepemimpinan yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dan prinsip keislaman, Dedi Mulyadi menjadi contoh unik dari seorang pemimpin yang mampu menjembatani tradisi dan modernitas. Keberhasilannya memenangkan Pilgub Jawa Barat 2024 dengan 62% suara menunjukkan dukungan kuat dari masyarakat, sekaligus tantangan untuk terus membuktikan visinya dalam mewujudkan Jawa Barat yang istimewa.